Sabtu, 14 Februari 2009

Kisah Perjalanan

PENGALAMAN BERKUNJUNG KE RUMAH IBAN
Oleh: Ibrahim MS

Orang Iban sebenarnya bukanlah komunitas yang asing di Kapuas Hulu. Orang Iban di kapuas Hulu merupakan masyarakat asli daerah yang sudah hidup sepanjang sejarah social masyarakat di hulu sungai kapuas. Bahkan oleh banyak ahli, lembah kapuas di Kapuas hulu merupakan tanah asal usul orang Iban (Sandin, 1957; Padoch, 1982 ). Bahkan menurut King (1993), orang Muslim yang ada di ulu Kapuas dahulunya juga adalah orang Iban (dayak) yang berubah identitas menjadi Melayu karena mereka memeluk Islam.
Dalam tradisi lisan masyarakat juga dipercayai bahwa Iban dengan Melayu dahulunya berasal dari keturunan nenek moyang yang sama. Perbedaan dalam memeluk agama lah yang memisahkan identitas keduanya dalam sejarah menjadi Iban dan Melayu. Karena itu keyakinan akan tradisi lisan ini membuat hubungan keduanya tetap harmonis dan peneuh kekeluargaan dalam sejarah social di Kapuas Hulu.
Seiring dengan masuknya pengaruh dari luar melalui pembangunan dan sebagainya, nostalgia hubungan Iban degan Melayu sudah mulai tidak dikenal oleh generasi muda dari kedua komunitas ini. Mereka menjadi orang yang seakan-akan terasing antara satu dengan yang lainnya, tidak lagi mampu saling mengenal, berkunjung dan berbagi kebahagian sebagaimana pada generasi kedua komunitas ini dulu-dulunya. Perasaan terasing seperti ini pernah penulis alami. Perbedaan budaya dan agama yang menyertai perkembangan psikologi penulis memunculkan banyak persepsi ketika akan melakukan kunjungan pertama kali ke rumah Iban.
Pada akhir tahun 2006, penulis berkesempatan untuk berkunjung ke rumah Iban Kekurak di Badau. Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka penelitian pendahuluan untuk Disertasi penulis tentang komunikasi etnik Iban dengan etnik Melayu di Badau. Dengan ditemani oleh abang Ipar, penulis mengendarai sepeda motor berangkat dari Badau ke desa Kekurak. Di desa itu terdapat satu rumah panjang Iban, rumah panjang Kekurak namanya. Dengan perasaan yang sedikit berdebar penulis masuk ke rumah panjang dan berkomunikasi dengan orang Iban di sana. Beruntung penulis datang bersama abang ipar yang sudah sangat dikenal oleh orang Iban di sana, bahkan kami langsung menemui salah seorang sesepuh di rumah panjang itu, apay nanung namanya. Beliau ini (sekarang sudah al-marhum) merupakan saudara angkat ayah dari abang yang mengantar penulis hari itu. Kami disambut dengan ramah, diajak masuk hingga ke ruangan paling belakang dalam struktur rumah panjang. Ruang tersebut layaknya dapu dalam rumah orang Melayu. Disitulah kami dijamu dengan kopi dan buah-buahan.
Layaknya kenalan dan kerabat dekat, obrolan antara abang ipar saya dengan apay Nanung sekeluarga begitu asyik dan berlangsung dengan hangat. Pada mulanya, mereka semua berbicara dengan bahasa Iban, termasuk abang Ipar saya. Akan tetapi setelah saya dikenalkan kepada mereka, mereka sesekali mengobrol dengan bahasa melayu, ini mungkin dikarenakan mereka paham bahwa saya tidak begitu mengerti dengan bahasa Iban. Dengan menggunakan bahasa Iban yang sesekali diikuti dengan bahasa Melayu obrolan kami dilangsungkan, terutama dengan abang ipar penulis. Berbagai hal yang dibicarakan kami dalam kesempatan sore itu, terutama abang Ipar saya dengan keluarga besar apay Nanung yang sudah mengelili kami bertamu sore itu. Sementara saya sendiri juga bertanya beberapa hal yang ingin saya ketahui mengenai kehidupan orang Iban di rumah panjang itu. Tidak terasa obrolan kami sudah berlangung panjang lebar, sudah hampir 2 jam kami berada di rumah panjang itu. Karena itu saya dengan abang Ipar saya memutuskan untuk pamit pulang dan mohon diri kepada apay Nanung sekeluarga.
Yang mengejutkan saya adalah sekarung buah Durian sudah mereka siapkan untuk dibawa kami pulang sore itu. Saat itu memang musim durian Iban. Sambil berjalan pulang penulis terus berpikir dengan sikap orang Iban yang begitu baik dan ramah. Tidak sedikitpun terlihat perangai yang kasar, seram dan menakutkan seperti yang dibayangka sebelumnya. Kunjungan ke rumah Iban sore itu betul-betul telah merubah image yang ada dalam diri penulis sebelumnya tentang orang Iban. Yang ada justru munculnya rasa salut dengan kebaikan hati, dan keramahan yang ditunjukkan orang Iban dalam menerima kami bertamu di rumah panjang.
Pengalaman ini menuntun saya, untuk terus membuka tabir pembatas yang menghalangi setiap kita untuk mengenali seseorang secara baik dan benar. Karena pengetahuan yang baik dan benar ini sangat diperlukan dalam membangun komunikasi dan hubungan social yang harmonis.

1 komentar:

  1. Selamat siang Pak,
    perkenalkan saya mahasiswi UI yang sedang mempersiapkan program sosial berupa kulaih kerja nyata di desa kekurak, kec. badau, kab. kapuas hul, kalbar. saya membutuhkan informasi mengenai daerah tersebut untuk menyusun program. saya ingin meminta kontak bapak jika bapak tidak keberatan. bisa berupa email atau nmr telepon. terima kasih.

    BalasHapus