Sabtu, 07 Agustus 2010

NASIB TIKA, SEDIH & MEMPRIHATINKAN

Oleh: Ibrahim MS
(Artikel yang dimuat di Borneo Tribune, 10 Maret 2010

Membaca liputan berita di Borneo Tribune tanggal 8 Maret yang lalu, mengenai dugaan korban malpraktek yang dialami oleh seorang anak SD bernama Tika, mengingatkan saya dengan apa yang pernah saya dengar secara langsung dari Ibu korban pada awal bulan Feburari yang lalu. Ketika itu, saya sedang menemani ibu saya yang sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Dearah Achmad Diponegoro Putussibau, tepatnya di ruang Flamboyan 7. Suatu hari setelah saya kembali dari Masjid Agung melaksanakan shalat Magrib, dimana Masjid Agung memang berada paling dekat dengan Ruang Flamboyan rumah Sakit itu, tampa sengaja saya melihat kakak saya sedang bertamu di kamar Flamboyan 6, kamar yang berada tepat berhadapan dengan kamar dimana ibu saya dirawat.
Saya coba menjenguk ke kamar tersebut, karena dalam pikiran saya mungkin yang sedang dirawat di situ adalah keluarga, atau paling tidak orang yang juga pernah saya kenal, sebab kakak saya bersilaturahmi ke situ.
Begitu saya masuk, saya melihat hanya ada seorang Ibu yang sedang berbincang dengan kakak saya di atas tempat perawatan ada seorang anak kecil perempuan yang sedang terbaring. Dengan penuh keprihatinan dan simpati, saya bertanya kepada ibu itu tentang anaknya yang sedang dirawat itu. Dari sinilah bermulanya sebuah cerita pahit, penuh perjuangan, dan pastinya penuh pengorbanan dan kesabaran seorang ibu yang mengharapkan kesembuhan sang buah hatinya yang sedang dirawat itu. Itulah cerita sedih dan memprihatinkan yang dialami oleh seorang bocah perempuan yang masih duduk di bangku kelas 4 SD bernama Atika (Tika).
Ibu ini bercerita kepada saya tentang keluarganya yang serba kekurangan, hidup di sebuah kampong (saya sendiri kenal kampong itu). Mereka adalah keluarga yang harus berjuang sendiri untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Ibu ini yang bekerja sebagai petani bertekad untuk terus menghidupi anak-anaknya, termasuk biasa sekolah Tika, yang merupakan anak bungsunya. Menyadari kekurangan inilah, anak-anaknya juga rajin membentu ibunya mencari nafkah untuk keluarga, termasuk si Tika tadi, ya.., paling tidak untuk ongkos sekolahnya, begitulah semangat yang terlontar dari kehidupan keluarga mereka.
Suatu hari, saat sedang berjalan menjual kue di jalan kampung (yang juga merupakan jalan raya utama), tampa diduga oleh Tika, melintas sebuah sepeda motor dan langsung menabraknya. Tika dan sepeda motor yang menabraknya sama-sama terjatuh. Tapi naas, Tika mengalami patah tulang kaki kirinya. Seketika itu juga Tika dilarikan ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan segera, sampailah ke Rumah Sakit di Putussibau untuk ditangani oleh Dokter Ahlinya. Untuk pengobatan tersebut, si pemilik sepeda motor yang menabrak tadi pun rela mengeluarkan banyak uang untuk membiayai pengobatan Tika. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, hingga bulan berlanjut bulan, perawatan kaki Tika tidak mengalami perkembangan yang semakin baik, banyak ”percobaab” yang sudah dilakukan oleh rumah sakit. Bahkan menurut ibu Tika, untuk biaya pengobatan tersebut, orang yang menabrak tadi sudah mengeluarkan biaya mencapai 20 an juta rupaih.
Sudah hampir 7 bulan dirawat, kondisi Tika sama sekali tidak semakin baik, bahkan badannya sudah kurus kering, sementara kakinya yang terus dililit balutan kain perban.
Dari cerita Ibu Tika, sudah hampir 7 bulan anaknya dirawat di rumah sakit, sudah mengalami berkali-kali operasi. ”Sudah pernah di bawa ke Rumah Sakit di Pontianak, tapi akhirnya dibawa pulang lagi ke sini, dirawat lagi di sini” begitulah ceritanya pasrah, tampa mengetahui sampai kapan anaknya harus berdiam di rumah sakit seperti itu. Menurut ibu tadi, anaknya memang dijadikan percobaan rawatan oleh seorang Dokter rumah sakit itu, kaki anaknya dipasangkan dengan pin, tapi setelah berjalan beberapa waktu harus dioperasikan kembali untuk membuka pin, dengan alasan kakinya tidak mau menerima pin. Begitulah operasi terjadi berulang kali pada kaki Tika.
Saya betul-betul tidak kuat mendengar cerita ibu itu, karena saya bisa merasakan betapa sedih, pedih dan beratnya perjuangan ibu dan anaknya yang sudah berdiam hampir 7 bulan di rumah sakit, lebih-lebih pada seorang Tika, anak kecil yang mestinya berada di sekolah, belajar dan bermain dengan teman-temannya. Sementara saya sendiri tidak bisa berbuat apa-apa ketika itu selain ungkapan keprihatinan dan solidaritas. Saya hanya bisa berdo`a untuk kesembuhan Tika, dan mereka semua diberikan kesabaran dan ketabahan hati menjalani cobaan yang berat itu. Karena itu, saya ingin sampaikan kepada semua pembaca sekalian, bahwa mereka memang keluarga miskin dan dari kampung, Tika memang anak kecil, bocah perempuan yang masih duduk di bangsu kelas 4 SD, tapi sesungguhnya mereka punya nurani dan kesabaran yang luar biasa kuat. Apalagi Tika, dia anak bocah yang selalu punya semangat untuk sembuh, bisa berjalan seperti semula, dan tentunya bisa melanjutkan sekolahnya yang terhenti karena musibah itu. Karena itu, saya menyatakan dukungan sepenuhnya atas rencana dari Pusat Aliansi Media Kapuas Hulu (Alim-KH) untuk menggalang aksi solidaritas untuk memperjuangkan nasib Tika. Semoga Tika bisa kembali berjalan, bersekolah dan bermain seperti dahulu lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar