Selasa, 25 Februari 2020

DISKUSI PWNU


MODERNISASI TIK: REALITAS, PELUANG DAN TANTANGAN KOMUNIKASI ISLAM[1]


[1] Bahan diskusi Dwi Mingguan yang diselenggarakan oleh PWNU Kalimantan Barat bersama seluruh unsur Banom dan Lembaga NU. Balai NU, Jl. Husin Hamzah, 16 Februari 2018.



Ibrahim[1]
Ketua LTN PWNU Kalimantan Barat




PENDAHULUAN

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seringkali dianggap sebagai ciri kemodernan sebuah bangsa. Dengan kata lain, pencapaian pembangunan sebuah negara maju (modern) selalunya dilihat berjalan seiring dengan pencapaian dalam bidang TIK. Tidak dipungkiri bahwa kehadiran TIK memberikan banyak kemudahan (peluang) dalam hubungan antar manusia, terutama akses informasi dan komunikasinya. TIK telah menjadikan interaksi dan komunikasi antarmanusia melintasi batas demografis, kelas sosial, lingkup budaya, dan berbagai nilai lokal lainnya. Kondisi inilah yang menjadikan kehidupan kita bagaikan sebuah perkampungan global (global village) dalam istilah Marshall Mcluhan.
TIK juga menjanjikan proses komunikasi dan interaksi antarmanusia yang lebih pleksibel, instan, simpel, dan efektif. Realitas ini sesungguhnya menjadi peluang jika mampu dimanfaatkan secara positif untuk kepentingan komunikasi Islam. Sebaliknya, kehadiran TIK juga bisa menjadi ancaman (tantangan) bagi komunikasi Islam, baik proses maupun nilainya (Ibrahim, 2015).
Dari sisi proses,  interaksi dalam bentuk komunikasi face to face semakin berkurang. Gaya & etika komunikasi cendrung diabaikan, hingga hilangnya wilayah privasi dan identitas diri dalam interaksi dan komunikasi manusia; Dari sisi pengaruhnya, kemodernan dan globalisasi TIK seringkali dijadikan alasan untuk meminggirkan nilai-nilai lokal (local values), menempatkan aturan dan norma keagamaan sebagai penghalang, serta sisi etis kemanusian dipandang sebagai tidak lagi penting dan berarti dalam interaksi dan komunikasi di era modern.
Fakta berikutnya, modern dan kemodernan adalah sebuah cita-cita setiap bangsa. Hampir dapat dipastikan bahwa pembangunan sebuah bangsa yang maju dan berhasil adalah pada saat ketika negara tersebut mampu mencapai tingkat modern atau kemodernan. Satu diantara ciri sebuah kemodernan dalam pencapaian pembangunan negara bangsa hari ini adalah perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Dengan kata lain, sebuah negara akan dapat disebut sebagai negara maju jika memiliki perangkat TIK yang memadai. TIK sudah menjadi trand dan gaya hidup sebagian besar masyarakatnya. Dan jika demikian, maka perkembangan TIK dan gaya hidup masyarakat yang berjalan seiring dengan kecanggihan dalam bidang TIK menjadi suatu keniscayaan hari ini. Sebab ia menjadi ukuran “kemajuan dan kemodern” sebuah bangsa.
Realitas perkembanan TIK dan trand gaya hidup masyarakat yang sangat bergantung dengan TIK di satu sisi, berpengaruh besar terhadap pola komunikasi dan interaksi pada sisi lain. Seringkali karena “kemudahan” yang ditawarkan oleh TIK membuat sebagian besar masyarakat kita mengabaikan beberapa etika dasar dalam komunikasi kemanusiaan.
Sebagaimana diyakini dalam komunikasi kemanusiaan, bahwa pertemuan tatap muka (face to face) membawa banyak paket pesan dalam sebuah komunikasi, mulai dari verbal, non verbal, bahasa tubuh, hingga intimasi komunikasi. Artinya bahwa, paket-paket pesan dalam komunikasi face to face itu tidak akan pernah dapat diwakili oleh komunikasi dan interaksi yang non tatap muka (perantara media). Sebagai contoh, dalam berkomunikasi dan memaknai pesannya, kita tidak cukup hanya mendengar suara (aspek bahasa verbalnya), tapi juga memaknai intonasinya (paralinguistik). Kita juga mengamati cara-cara menyampaikannya (aspek bahasa non verbal), bahasa tubuhnya (gesture & body language), dan sebagainya.
Singkatnya, kita berkomunikasi dalam paket-paket yang saling melengkapi. Dan paket-paket itu melingkupi dalam suatu interaksi tatap muka (face to face), termasuk nuansa dan rasanya. Untuk alasan ini, sekali lagi, komunikasi yang mengabaikan proses tatap muka karena alasan “kemudahan” TIK tidak akan mampu menemukan semua makna pesan seperti ini.
Media komunikasi masa akan mengantarkan perubahan atau transformasi budaya masyarakat. Umat Islam sebagai bagian dari penduduk dunia adalah konsumen dari produk dari berbagai meda komunikasi tersebut....
Pada gilirannya umat Islam harus mampu pula sebagai produsen, sehingga pengendalian informasi dapat dilakukan ke arah yang positif...gelombang arus informasi global sukar untuk dibendung, kecuali hanya dengan mengendalikan arus itu sendiri, sehingga tidak terjadi gelombang yang mematikan peradaban umat Islam (Mafri Amir, 1999: 4-6)
Dengan alasan “kemudahan” yang diberikan oleh TIK membuat banyak orang mengabaikan persoalan etika dan bahasa dalam berkomunikasi. Etika menyangkut cara dan ketentuan yang penting diperhatikan dalam menyampaikan pesan. Etika bukan saja sekedar penggunaan simbol untuk menyampaikan pesan komunikasi, melainkan bagaimana simbol-simbol tersebut mesti disampaikan. Sementara bahasa menyangkut pilihan kata dan simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Bahasa yang jelas, lengkap, sistematis, lemah lembut, sopan dan sebagainya (Ibrahim, 2017).
Kecendrungan komunikasi hari ini, dengan berbagai kemudahan TIK sangat prakmatis, pleksibel, to the point, sehingga terkesan kurang sopan secara etika. Bahasa yang digunakan juga mengabaikan kaidah-kaidah yang semestinya dengan pilihan bahasa yang sopan, lemah lembut, jelas dan sistematis. Banyak dari bahasa komunikasi di era TIK yang justru merusak kosa kata dan tata bahasa. Dalam istilah komunikasi media di Malaysia disebut dengan bahasa rojak atau memey.
Dari sisi media dan kecendrungannya, kehadiran TIK yang menawarkan berbagai kemudahan berkomunikasi, diantaranya melalui media TV dan Cyber juga lebih cendrung mementingkan aspek pesan dan komersialisasi dibandingkan dengan aspek kepatutan dan etika. Persoalan pribadi dan aib justru menjadi isi berita (content) yang sangat “dipentingkan” dalam media komunikasi hari ini, sebab memiliki nilai jual (komersialisasi) yang tinggi. Akibatnya, bukan saja publikasi aib seseorang yang diumbar di media, melainkan penebaran pesan-pesan negatif dan fitnah yang sangat menjatuhkan nilai dan kewibawan seseorang. Begitukah realitas komunikasi media kita hari ini..?
Dari sisi pengaruhnya terhadap masyarakat (pengguna media), kehadiran media komunikasi yang merambah dalam semua aspek kehidupan sosial masyarakat hari ini menjadikan banyak dari masyarakat kita yang terbelenggu dan “terjajah” oleh media. Bagi mereka, media bukan lagi sarana pelengkap dalam mencari informasi, melainkan kebutuhan utama, yang mungkin saja melebihi kebutuhan spiritual. Masyarakat kita hari ini lebih legowo tidak pergi ke pasar, ke masjid atau ke pengajian dibandingkan meninggalkan layar kaca televisi, meninggalkan hp dan internet (FB, WA, dsb). Bahkan, media sosial semacam FB dianggap sebagai media yang sangat efektif dan berkesan dalam menyampaikan pesan-pesan komunikasi (Jauhariatul Akmal & Jamilah Ahmad, 2011: 176)
Teknologi informasi telah membuka mata dunia akan sebuah dunia baru, interaksi baru, dan sebuah jaringan baru tanpa batas. Penting untuk kita sadari bahwa perkembangan teknologi yang disebut internet, telah mengubah pola interaksi masyarakat. Internet memang telah memberikan kontribusi yang demikian besar bagi masyarakat, industri maupun pemerintah. Hadirnya internet telah menunjang efektifitas dan efisiensi sarana komunikasi, publikasi, serta sarana untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat (Pardianto, 2013). Akan tetapi sebaliknya, internet menjadi problem baru bagi persoalan etka dan komunikasi umat, terutama dampak nilai liberal dibawanya. Disinilah tugas sekaligus tanggung jawab penting komunikasi Islam.       
PROSEDUR DAN FOKUS KAJIAN
Tulisan ini merupakan ulasan dari pengamatan sederhana penulis mengenai realitas media, terutama perkembangan TIK dan perilaku sebagian besar masyarakat kita terhadap media TIK pada satu sisi, dan pada sisi lain, ada tantang yang besar bagi kepentingan dakwah dan komunikasi Islam hari ini; pertama, booming media dan TIK telah memicu perubahan gaya komunikasi yang luar biasa pada sebagian besar umat, yang terkesan meninggalkan akar budaya komunikasi masyarakat nusantara; kedua, pola dakwah konvensional yang selama ini banyak dilakukan dalam mengkomunikasi pesan Islam dianggap tidak lagi menarik dibandingkan dengan program media dan pengaruh TIK.  Sehingga diperlukan reformulasi dakwah dan komunikasi Islam yang sesuai dengan kecendrungan modern, khususnya dihadapkan dengan perkembangan media dan TIK.
Dengan prosedur tersebut, maka tulisan ini memberikan fokus kajian pada diskursus media dan TIK, realitas, peluang dan tantangannya bagi komunikasi Islam. Termasuklah pertarungan antara kecendrungan “ketergantungan” umat terhadap media TIK dengan segala pengaruhnya di satu sisi, dengan kepentingan Islam dan pesan dakwah pada sisi lain. Sebagai sebuah tulisan yang diolah dari hasil pengamatan sederhana, tentu analisis ini masih sangat dangkal dan subjektif. Karena itu sangat terbuka bagi pikiran, kritik dan penyempurnaan dari sisi manapun. Dengan fokus tersebut, maka tulisan ini penulis beri judul Modernisasi TIK: Realitas, Peluang dan Tantangan Komunikasi Islam. 


TIK & REALITAS KOMUNIKASI MODERN
Laporan Tetra Pak Index 2017 yang belum lama diluncurkan, mencatat bahwa ada sekitar 132 juta pengguna internet di Indonesia, dimana hampir setengahnya (40 %) adalah penggila media sosial. Angka ini meningkat jauh dari tahun ke tahun. Tercatat ada lebih dari 106 juta orang Indonesia menggunakan media sosial tiap bulannya, dengan 85 % diantaranya mengakses melalui perangkat seluler. Adapun penggunanya didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z, generasi yang lahir di era digital, dimana smartphone dan belanja online sudah menjadi bagian dari keseharian mereka (lihat ulasan lengkap dalam https://kominfo.go.id)
Sementara laporan sebuah penelitian (survey) dari MarkPlus Insight Netizen Survei lima-enam tahun yang lalu (2012) menyebutkan bahwa jumlah penggunaan internet di Indonesia masih 61 juta orang. Jumlah itu membuat persentase pengguna internet dibanding jumlah penduduk adalah 23,5% dari jumlah tersebut, 40% diantaranya mengakses internet lebih dari 3 jam sehari. Adapun jumlah pengguna internet yang menggunakan perangkat mobile seperti ponsel dan tablet mencapai 58 juta jiwa (Pardianto, 2013)
Dari sisi peringkat penggunaan internet di dunia, lembaga Riset Pasar e-marketer menempatkan Indonesia pada peringkat ke enam terbesar, mengalahkan Jepang di peringkat kelima. Dibawahnya 4 – 1 ada Brazil, India, Amerika Serikat, dan Tiongkok (lihat tabel perangkingan dalam https://kominfo.go.id)
Sumber: Schreenshot dari https://kominfo.go.id, Februari 2018.
Sementara itu, laporan survey APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) mengenai statistik pengguna internet di Indonesia tahun 2016, adalah sebagai berikut:
Jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2016 mencapai 132,7 juta (51,1 %) dari total jumlah penduduk sebesar 256,2 juta, terbanyak ada di pulau Jawa (86.339.350) atau 65 % dari total pengguna. Berdasarkan usia, pengguna terbanyak internet adalah usia 35-44 tahun (29,2 %), dan paling sedikit usia 55 tahun ke atas (10 %). Berdasarkan pekerjaan, pengguna terbanyak internet di Indonesia adalah mereka yang berprofesi sebagai pekerja atau wiraswasta (82,2 juta atau 62 %). Berikutnya Ibu rumah tangga (22 juta atau 16,6 %). Berdasarkan konten, yang paling sering dikunjungi adalah web onlineshop (82,2 juta atau 62 %), social media yang paling banyak dikunjungi adalah facebook (71,6 juta atau 54 %), instagram 19,9 juta atau 15 % (Lihat statistik lengkap dalam https://apjii.or.id)
Penggunaan Internet yang tinggi berjalan seiring dengan pemanfaatan media ini untuk interaksi dan komunikasi dalam banyak aspek, termasuk bisnis dan penyiaran. Dan dalam konteks penyiaran, penggunaan internet telah menemui pemeriksa dengan layanan TV live streaming atau digital (Hasrul bin Hasyim & Bahiyah Omar, 2011).    
1.    Modernisasi TIK & Peluang Bagi Komunikasi Islam
Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, sesungguhnya dakwah semakin dimudahkan. Saat ini, untuk mendengarkan pengajian tidak harus berhadapan langsung dengan ulama, namun cukup dengan mengakses internet, masyarakat bisa mendapatkan bahan bacaan keagamaan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan, di manapun mereka berada (Pardianto, 2013).
Dalam perspektif Islam, komunikasi selain bertujuan untuk mewujudkan hubungan secara vertikal dengan Pencipta, juga berfungsi untuk menegakkan hubungan secara horizontal terhadap sesama manusia (Andi Faisal Bhakti, 2014). Komunikasi dengan Pencipta tercermin melalui ibadah mahdha (salat, puasa, zakat dan haji) yang bertujuan untuk membentuk takwa. Sedangkan komunikasi dengan sesama manusia terwujud melalui penekanan hubungan sosial yang yang tercermin dalam semua aspek kehidupan manusia seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, seni dan sebagainya. Lebih lanjut menurutnya, komunikasi Islam menitikberatkan akan adanya unsur-unsur nilai ke-Islam-an dari komunikator kepada komunikannya yang sesuai dengan Al-Quran dan Al-Hadits. Dalam konteks tersebut (Andi Faisal Bhakti, 2014).
Tehranian (1988) mengungkapkan bahwa dalam prepektif Islam komunikasi haruslah dikembangkan melalui Islamic World-View yang selanjutnya menjadi asas pembentukan teori komunikasi Islam seperti aspek bahwa kekuasaan mutlak hanyalah milik Allah, serta peranan institusi ulama dan masjid sebagai penyambung komunikasi dan aspek pengawasan syariah yang menjadi penunjang kehidupan Muslim. Hal ini yang diupayakan oleh Tehranian dan Maulana melalui gerakan pengintegrasian Islam dan komunikasi.
Dalam konteks modernisasi TIK dan komunikasi media, kualitas komunikasi yang dimaksud pun menyangkut nilai-nilai kebenaran, kesederhanaan, kebaikan, kejujuran, integritas, keadilan, ke-sahih-an pesan dan sumber yang ditegakkan atas sendi hubungan Islamic Tringular Relationship yaitu antara Allah, manusia, dan masyarakat (Andi Faisal Bhakti, 2014).
2.    Modernisasi TIK & Tantangan Bagi Komunikasi Islam
Andi Faisal Bhakti (2012), melalui sebuah artikelnya melukiskan dampak dari perkembangan sains dan teknologi, terutama dalam bidang komunikasi, salah satunya adalah globalisasi. Menurutnya, perkembangan TIK hari ini membuat istilah 5F (Fun, Fashion, Food, Facility, dan Fantacy) semakin  menglobal. Fun atau hiburan berbentuk film, CD, VCD, baik dalam bioskop maupun acara televisi dapat disaksikan di seluruh dunia. Lagu-lagu Celine Dion atau Mariah Carey dapat didengarkan di bus-bus atau mobil pribadi ataupun di mal-mal dan rumah rumah tempat tinggal. Fashion atau mode pakaian yang sedang trendy di Eropa dapat dengan cepat dijual dan dipakai oleh anak-anak muda di negara-negara terpencil sekali pun. Dari “belly botton” hingga “you can see” dapat kita saksikan bila kita ke mal-mal atau pusat pertokoan. Food atau makanan ala McDonald, KFC, Pizza Hut, semuanya dapat dikonsumsi oleh masyarakat yang menghendakinya. Fasilitas hidup (facility), seperti mobil, mulai dari mercedes benz hingga BMW bertebaran di jalan-jalan raya. Begitu pun fasilitas rumah tangga seperti kulkas, microwave, stove, blender dapat dengan mudah diakses-dimiliki oleh rumah-rumah tangga hingga di pedesaan sekalipun. Obat-obatan yang dapat merangsang fantasi dijajakan di bar-bar hingga kepada anak-anak yang masih belasan tahun. Sungguh banyak yang terjebak dengan gaya hidup seperti ini. Kendati tidak merata di seluruh pelosok dunia, tapi demikianlah kondisi masyarakat kita di era globalisasi (modernisasi TIK).
Masalah utama pengasuhan di generasi saat ini adalah tidak adanya ikatan hati (emotional bonding). Padahal Nabi mengatakan: “ikat hati anak sebelum dikasih tau, kasih tau sebelum dikasih tugas” (al-Hadits)
...Kadang kita merasa sudah menjadi orang tua jika sudah memberi nasihat, padahal pengasuhan tidak sekedar memberi nasihat. Pengasuhan meliputi pendengaran, penglihatan dan nurani (Q.S. 16/an-Nahl: 78).
Ust. Bendri (Masjid Delatinos Al-Aqsha)
Orang Tua Zaman Old, Mendidik Anak Zaman Now.
Dalam konteks pendidikan (pengasuhan anak misalnya), kehadiran media TIK telah memberikan pengaruh dan perubahan yang luar biasa besar. Kemudahan TIK yang menawarkan segalanya serba mudah dan cepat (instan), membuat sebagian besar generasi kita manja dan tidak punya semangat juang hidup yang keras.
Bendri, seorang Ustadz di Masjid Delatinos Al-Aqsha menyebutkan beberapa efek negatif dari media TIK, terutama Gadget terhadap sikap hidup anak-anak zaman now; Pertama, kebanyakan anak-anak hari ini tidak sabaran, maunya serba cepat dan mudah (intsant). Lapar tinggal go food, beli tiket tinggal tak perlu antri tinggal go tix. Mereka tidak pernah lagi belajar berusaha dan antri.
Kedua, kebanyakan anak-anak hari ini gampang menyerah, tidak tangguh. Jika mereka tidak suka seseorang langsung block nomornya, tidak sependapat langsung unfollow fb-nya. Masuk sekolah, baru sebulan minta pindah karena hal sepele. Akibatnya lahirlah pribadi (karakter) yang tidak bertanggung jawab, mudah lari dari masalah, dan semacamnya.
3.    Dakwah di Media: Komunikasi Islam Modern
Dalam konteks dakwah dan komunikasi Islam modern, setidaknya ada tiga metode yang relevan untuk digunakan dalam konteks globalisasi media TIK menurut Andi Faisal Bhakti, 2014: 34-35: Pertama, dakwah dengan perspektif Ilmu Komunikasi dijalankan dalam bentuk konstruksi dan komunikasi interaktif, dimana ukurannya didasarkan pada nilai shiddiq (komitmen, kejujuran), istiqamah (konsistensi), fathanah (inteligensi), amanah (akuntabilitas) dan tabligh (komunikatibilitas).
Artinya bahwa, komunikasi Islam modern sebagai satu bentuk dakwah media mesti selalu mengedepankan nilai-nilai kebenaran dan kejujuran (shiddiq) dalam berinteraksi. Kemudian kebenaran dan kejujuran tersebut mesti diperjuangkan secara terus menerus (istiqamah-konsisten) dalam setiap perilaku, tutur kata dan pesan komunikasi yang disampaikan.
Komunikasi Islam juga mesti dilandasi pada pilihan sikap (pola tingkah dan pola pikir) yang cerdas (fathanah-intelegensi), rasa dan sikap yang bertanggung-jawab (amanah-akuntabilitas), serta sikap yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kebaikan (tabligh-komunikatibitas).
Kedua, komunikasi Islam modern di media mesti dilandasri pada pemikiran bahwa orientasi dan isi pesan dakwah mesti lebih pada persoalan yang real / bisa dideteksi, baik pelaku dakwah, institusi, proses, dana, pelaksanaanya. Artinya bahwa, dakwah sebagai satu bentuk menyampaikan pesan Islam mesti dilakukan secara profesional dan terencana, sehingga memudahkan bagi pengorganisasian dakwah, perencanaan dan pelaksanaan dakwah, serta pertanggung jawaban program dakwah di media. Disinilah perlunya lembaga atau institusi dakwah semacam Nahdlatul Ulama mengambil peran dalam komunikasi media (Komunikasi Islam Modern).
Ketiga, komunikasi Islam modern sebagai bagian dari gerakan dakwah hari ini mestinya tidak memfokuskan diri pada persoalan yang menyangkut hal-hal yang transendental (ghaib dalam pengertian umum) an-sich, melainkan problematika faktual ummat yang memang memerlukan sentuhan dan penyelesaiannya.
Artinya bahwa, ada kesan selama ini dakwah Islam hanyalah penyampaian pesan-pesan ke-akhiratan (eskatologis) semata, sehingga persoalan aktual dan faktual dalam masyarakat justru kurang terbahaskan dalam dakwah. Akibatnya tentu saja, daya tarik pesan dakwah menjadi berkurang, sebab dianggap bukan untuk kepentingan kehidupan hari ini (di sini), melainkan untuk hari esok (di akhirat). Dengan kesadaran ini, maka dakwah sebagai satu bentuk komunikasi Islam mesti menjadi sarana penyampaian pesan-pesan keagamaan hari ini, sesuai persoalan yang sedang terjadi dan dihadapi oleh umat. Dengan demikian, dakwah dapat menjadi alternatif penting bagi ummat dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi.  
TIK UNTUK KEPENTINGAN KOMUNIKASI DAKWAH
Pada akhirnya, ketika kita sadar bahwa kemajuan TIK adalah sebuah keniscayaan adanya, maka tidak mungkin kita akan menjauhkan umat dari realitas tersebut. TIK dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dibawanya di hadapan ummat kita hari adalah sebuah  konsekuensi kemanusiaan (modernisasi dan globalisasi) yang harus diterima dengan cerdas dan berbesar hati.
Cerdas artinya mampu mengambil setiap peluang (nilai positif) dari kemajuan TIK dan kecendrungan umat terhadap TIK untuk kepentingan dakwah Islam. Hanya itulah satu-satunya pilihan sikap yang paling mungkin diambil dalam konteks komunikasi Islam di era modernisasi TIK hari ini.
Berbesar hati artinya kita mesti mampu menempatkan kehadiran TIK dengan segala pengaruh negatifnya sebagai pemicu bagi kita untuk lebih giat melakukan kreasi, inovasi dan reformulasi gerakan dakwah Islam modern. Sebaliknya, perkuat sisi-sisi positif dari kehadiran TIK untuk kepentingan Komunikasi Islam. Dengan demikian, program keislaman mampu berdaya saing dengan program media TIK dan semacamnya. Disinilah dakwah mesti dikemas semenarik mungkin menjadi komunikasi modern, dan bukan semata-mata dengan pola konvensional (Ibrahim, 2015).
Dengan kehadiran TIK hari ini, harapannya umat tidak lagi semata-mata mendapatkan nilai-nilai (pesan komunikasi) yang liberal dan kering spiritualitas, melainkan juga pesan-pesan keislaman yang menyejukkan dan menuntun umat ke jalan hidup yang lebih baik. Disinilah dakwah media mesti mengambil peran yang maksimal.
Jika dahulu (sebelum era TIK) dakwah hanya dilakukan secara konvensional dari majlis ke majlis, dari mimbar ke mimbar, dari pengajian ke pengajian, maka kini saatnya kegiatan dakwah Islam merambah media. Saatnya majlis taklim disiarkan melalui media TV dan radio, ceramah agama disiarkan di berbagai media sosial (WA, FB, Yutube), film-film bernuansa keislaman dan dakwah menjadi populer dan sebagainya.
Jika sebelumnya, pesan-pesan Islam hanya disampaikan melalui lisan (komunikasi lisan), era media dan TIK hari ini menuntut kita mampu membuat formulasi dakwah Islam melalui tulisan di media cetak (termasuk media sosial), dakwah melalui film, drama, bahkan jejaring sosial media.
Dengan kata lain, kehadiran media dan TIK yang booming hari ini, mestinya menjadi kekayaan pilihan (alternatif) bagi komunikasi Islam modern, sebuah peluang bagi penyebaran pesan dakwah yang sesuai dengan kecendrungan modern umat. Kemajuan media dan TIK yang membuat kehidupan manusia seakan tampa sekat satu sama lain, mesti menjadi peluang bagi upaya pembinaan ummat dan komunikasi Islam modern yang lebih luas, efektif dan efisien.
PENUTUP
Pada akhirnya, satu harapan penulis adalah kita akan sampai pada kata sepakat bahwa media dan TIK adalah realitas dan niscaya adanya, yang harus kita terima dengan segala konsekuensi di belakangnya. Menyalahi kehadiran media dan TIK sebagai penyebab “kemunduran” umat jelas bukan pikiran yang bijak. Sebaliknya, membiarkan persoalan ini berjalan sendiri dengan tampa strategi dan kebijakan sikap yang jelas, tentu juga tidak memberikan pengaruh yang baik dan positif bagi kepentingan dakwah dan komunikasi Islam. Karena itu, pilihan terbaik yang mungkin dilakukan adalah, ambil peran sebanyak mungkin di media, kuasai TIK dengan program-program keislaman dan dakwah. Jadikan media dan TIK yang booming ini sebagai jalan baru bagi kepentingan dakwah dan komunikasi Islam modern yang lebih maju dan berhasil, Wallahu a`lam.











DAFTAR BACAAN

Andi Faisal Bhakti. 2014. Trendsettek Komunikasi di Era digital: Tantangan dan Peluang Pendidikan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Artikel Jurnal Komunikasi Islam, Volume 04, Nomor 01, Juni 2014, h. 20 - 44
APJII. Statistik-Asosiasi Penyelengga Jasa Internet Indonesia. https://apjii.or.id>content>utama . diakses 13 Februari 2018.
Bendri. 2018. Orang Tua Zaman Old, Mendidik Anak Zaman Now. Tulisan di media Sosial WhatsApp. Masjid Delatinos Al-Aqsha.
Berita Online Detik. 132 Juta Pengguna Internet Indonesia, 40 % Penggila Medsos. https://m.detik.com>inet>cyberl... Diakses 13 Februari 2018.
Hasrul bin Hashim & Bahiyah Omar, 2011. Transformasi Penyiaran Televisyen Melalui Internet: Kajian Perhubungan Kepuasan terhadap Pengguna Remaja. Jurnal Komunikasi Malaysian Journal of Communication. Jilid 27 (1) 146-169.
Ibrahim. 2017. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Komunikasi Praktis dan Mudah. Pontianak: IAIN Pontianak Press.
Ibrahim. 2015. Dakwah dalam Kemasan Media. Pontianak: IAIN Pontianak Press.
Jauhariatul Akmah & Jamilah Ahmad, 2011. Penggunaan Facebook oleh Badan bukan Kerajaan Alam Sekitar (ENGO) dalam Menyampaikan Mesej Alam Sekitar. Jurnal Komunikasi Malaysian Journal of Communication. Jilid 27 (2) 161-172.
Kementerian Informasi dan Komunikasi. Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia. https://kominfo.go.id>sorotan. Diakses 13 Februari 2018.
Mafri Amir. 2009. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: LOGOS Wacana Ilmu.
Pardianto. 2013. Meneguhkan Dakwah Melalui New Media. Artikel Jurnal Komunikasi Islam, Volume 03 Nomor 01, Edisi Juni 2013, h. 22-47.



[1] Lektor Kepala dalam bidang Keahlian Komunikasi Penyiaran Islam dan Antarbudaya, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, IAIN Pontianak. Staf pengajar di Program Pascasarjana IAIN Pontianak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar