MODERNISASI TIK:
REALITAS, PELUANG DAN TANTANGAN KOMUNIKASI ISLAM[1]
Ibrahim[1]
[1] Bahan diskusi Dwi
Mingguan yang diselenggarakan oleh PWNU Kalimantan Barat bersama seluruh unsur
Banom dan Lembaga NU. Balai NU, Jl. Husin Hamzah, 16 Februari 2018.
Ibrahim[1]
Ketua LTN PWNU Kalimantan Barat
PENDAHULUAN
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seringkali
dianggap sebagai ciri kemodernan sebuah bangsa. Dengan kata lain, pencapaian
pembangunan sebuah negara maju (modern) selalunya dilihat berjalan seiring
dengan pencapaian dalam bidang TIK. Tidak dipungkiri bahwa kehadiran TIK
memberikan banyak kemudahan (peluang) dalam hubungan antar manusia, terutama
akses informasi dan komunikasinya. TIK telah menjadikan interaksi dan
komunikasi antarmanusia melintasi batas demografis, kelas sosial, lingkup
budaya, dan berbagai nilai lokal lainnya. Kondisi inilah yang menjadikan kehidupan kita
bagaikan sebuah perkampungan global (global
village) dalam istilah Marshall Mcluhan.
TIK juga menjanjikan proses komunikasi dan
interaksi antarmanusia yang lebih pleksibel, instan, simpel, dan efektif.
Realitas ini sesungguhnya menjadi peluang jika mampu dimanfaatkan secara
positif untuk kepentingan komunikasi Islam. Sebaliknya, kehadiran TIK juga bisa
menjadi ancaman (tantangan) bagi komunikasi Islam, baik proses maupun nilainya (Ibrahim, 2015).
Dari
sisi proses,
interaksi dalam bentuk komunikasi face to face semakin
berkurang. Gaya & etika komunikasi cendrung diabaikan, hingga hilangnya
wilayah privasi dan identitas diri dalam interaksi dan komunikasi manusia; Dari
sisi pengaruhnya,
kemodernan dan globalisasi TIK seringkali dijadikan alasan untuk meminggirkan
nilai-nilai lokal (local values), menempatkan aturan dan norma keagamaan
sebagai penghalang, serta sisi etis kemanusian dipandang sebagai tidak lagi
penting dan berarti dalam interaksi dan komunikasi di era modern.
Fakta berikutnya, modern
dan kemodernan adalah sebuah cita-cita setiap bangsa. Hampir dapat dipastikan
bahwa pembangunan sebuah bangsa yang maju dan berhasil adalah pada saat ketika
negara tersebut mampu mencapai tingkat modern atau kemodernan. Satu diantara
ciri sebuah kemodernan dalam pencapaian pembangunan negara bangsa hari ini
adalah perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Dengan kata lain,
sebuah negara akan dapat disebut sebagai negara maju jika memiliki perangkat
TIK yang memadai. TIK sudah menjadi trand
dan gaya hidup sebagian besar masyarakatnya. Dan jika demikian, maka
perkembangan TIK dan gaya hidup masyarakat yang berjalan seiring dengan
kecanggihan dalam bidang TIK menjadi suatu keniscayaan hari ini. Sebab ia
menjadi ukuran “kemajuan dan kemodern” sebuah bangsa.
Realitas perkembanan
TIK dan trand gaya hidup masyarakat
yang sangat bergantung dengan TIK di satu sisi, berpengaruh besar terhadap pola
komunikasi dan interaksi pada sisi lain. Seringkali karena “kemudahan” yang
ditawarkan oleh TIK membuat sebagian besar masyarakat kita mengabaikan beberapa
etika dasar dalam komunikasi kemanusiaan.
Sebagaimana diyakini
dalam komunikasi kemanusiaan, bahwa pertemuan tatap muka (face to face) membawa banyak paket pesan dalam sebuah komunikasi,
mulai dari verbal, non verbal, bahasa tubuh, hingga intimasi komunikasi. Artinya bahwa, paket-paket pesan dalam
komunikasi face to face itu tidak
akan pernah dapat diwakili oleh komunikasi dan interaksi yang non tatap muka
(perantara media). Sebagai contoh, dalam berkomunikasi dan memaknai pesannya, kita
tidak cukup hanya mendengar suara (aspek bahasa verbalnya), tapi juga memaknai
intonasinya (paralinguistik). Kita
juga mengamati cara-cara menyampaikannya (aspek bahasa non verbal), bahasa
tubuhnya (gesture & body language), dan sebagainya.
Singkatnya, kita
berkomunikasi dalam paket-paket yang saling melengkapi. Dan paket-paket itu
melingkupi dalam suatu interaksi tatap muka (face to face), termasuk nuansa dan rasanya. Untuk alasan ini,
sekali lagi, komunikasi yang mengabaikan proses tatap muka karena alasan “kemudahan”
TIK tidak akan mampu menemukan semua makna pesan seperti ini.
Media komunikasi masa akan mengantarkan perubahan atau transformasi
budaya masyarakat. Umat Islam sebagai bagian dari penduduk dunia adalah
konsumen dari produk dari berbagai meda komunikasi tersebut....
Pada gilirannya umat Islam harus mampu pula sebagai produsen, sehingga pengendalian
informasi dapat dilakukan ke arah yang positif...gelombang arus informasi
global sukar untuk dibendung, kecuali hanya dengan mengendalikan arus itu
sendiri, sehingga tidak terjadi gelombang yang mematikan peradaban umat
Islam (Mafri Amir, 1999: 4-6)
|
Kecendrungan komunikasi
hari ini, dengan berbagai kemudahan TIK sangat prakmatis, pleksibel, to the point, sehingga terkesan kurang
sopan secara etika. Bahasa yang digunakan juga mengabaikan kaidah-kaidah yang
semestinya dengan pilihan bahasa yang sopan, lemah lembut, jelas dan
sistematis. Banyak dari bahasa komunikasi di era TIK yang justru merusak kosa
kata dan tata bahasa. Dalam istilah komunikasi media di Malaysia disebut dengan
bahasa rojak atau memey.
Dari sisi media dan
kecendrungannya, kehadiran TIK yang menawarkan berbagai kemudahan
berkomunikasi, diantaranya melalui media TV dan Cyber juga lebih cendrung
mementingkan aspek pesan dan komersialisasi dibandingkan dengan aspek kepatutan
dan etika. Persoalan pribadi dan aib justru menjadi isi berita (content) yang sangat “dipentingkan”
dalam media komunikasi hari ini, sebab memiliki nilai jual (komersialisasi) yang tinggi. Akibatnya,
bukan saja publikasi aib seseorang yang diumbar di media, melainkan penebaran
pesan-pesan negatif dan fitnah yang sangat menjatuhkan nilai dan kewibawan
seseorang. Begitukah realitas komunikasi media kita hari ini..?
Dari sisi pengaruhnya
terhadap masyarakat (pengguna media), kehadiran media komunikasi yang merambah
dalam semua aspek kehidupan sosial masyarakat hari ini menjadikan banyak dari
masyarakat kita yang terbelenggu dan “terjajah” oleh media. Bagi mereka, media
bukan lagi sarana pelengkap dalam mencari informasi, melainkan kebutuhan utama,
yang mungkin saja melebihi kebutuhan spiritual.
Masyarakat kita hari ini lebih legowo tidak pergi ke pasar, ke masjid atau ke
pengajian dibandingkan meninggalkan layar kaca televisi, meninggalkan hp dan
internet (FB, WA, dsb). Bahkan, media sosial semacam FB dianggap sebagai media
yang sangat efektif dan berkesan dalam menyampaikan pesan-pesan komunikasi
(Jauhariatul Akmal & Jamilah Ahmad, 2011: 176)
Teknologi informasi
telah membuka mata dunia akan sebuah dunia baru, interaksi baru, dan sebuah
jaringan baru tanpa batas. Penting untuk kita sadari bahwa
perkembangan teknologi yang disebut internet, telah mengubah pola interaksi
masyarakat. Internet memang telah memberikan
kontribusi yang demikian besar bagi masyarakat, industri maupun pemerintah.
Hadirnya internet telah menunjang efektifitas dan efisiensi sarana komunikasi,
publikasi, serta sarana untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan
masyarakat (Pardianto, 2013). Akan tetapi sebaliknya,
internet menjadi problem baru bagi persoalan etka dan komunikasi umat, terutama
dampak nilai liberal dibawanya. Disinilah tugas sekaligus tanggung jawab
penting komunikasi Islam.
PROSEDUR DAN FOKUS KAJIAN
Tulisan ini merupakan ulasan dari pengamatan sederhana penulis mengenai
realitas media, terutama perkembangan TIK dan perilaku sebagian besar
masyarakat kita terhadap media TIK pada satu sisi, dan pada sisi lain, ada tantang
yang besar bagi kepentingan dakwah dan komunikasi Islam hari ini; pertama, booming media dan TIK telah memicu perubahan gaya komunikasi yang
luar biasa pada sebagian besar umat, yang terkesan meninggalkan akar budaya
komunikasi masyarakat nusantara; kedua,
pola dakwah konvensional yang selama ini banyak dilakukan dalam mengkomunikasi
pesan Islam dianggap tidak lagi menarik dibandingkan dengan program media dan
pengaruh TIK. Sehingga diperlukan
reformulasi dakwah dan komunikasi Islam yang sesuai dengan kecendrungan modern,
khususnya dihadapkan dengan perkembangan media dan TIK.
Dengan prosedur
tersebut, maka tulisan ini memberikan fokus kajian pada diskursus media dan TIK,
realitas, peluang dan tantangannya bagi komunikasi Islam. Termasuklah
pertarungan antara kecendrungan “ketergantungan” umat terhadap media TIK dengan
segala pengaruhnya di satu sisi, dengan kepentingan Islam dan pesan dakwah pada
sisi lain. Sebagai sebuah tulisan yang diolah dari hasil pengamatan sederhana,
tentu analisis ini masih sangat dangkal dan subjektif. Karena itu sangat
terbuka bagi pikiran, kritik dan penyempurnaan dari sisi manapun. Dengan fokus
tersebut, maka tulisan ini penulis beri judul Modernisasi TIK: Realitas,
Peluang dan Tantangan Komunikasi Islam.
TIK & REALITAS KOMUNIKASI MODERN
Laporan Tetra Pak Index 2017 yang belum lama diluncurkan, mencatat bahwa
ada sekitar 132 juta pengguna internet di Indonesia, dimana hampir setengahnya
(40 %) adalah penggila media sosial. Angka ini meningkat jauh dari tahun ke
tahun. Tercatat ada lebih dari 106 juta orang Indonesia menggunakan media
sosial tiap bulannya, dengan 85 % diantaranya mengakses melalui perangkat
seluler. Adapun penggunanya didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z,
generasi yang lahir di era digital, dimana smartphone dan belanja online sudah
menjadi bagian dari keseharian mereka (lihat ulasan lengkap dalam https://kominfo.go.id)
Sementara laporan sebuah penelitian (survey) dari MarkPlus Insight Netizen Survei lima-enam tahun yang lalu (2012) menyebutkan bahwa
jumlah penggunaan internet di Indonesia masih 61 juta orang. Jumlah itu membuat persentase pengguna internet dibanding jumlah penduduk
adalah 23,5% dari jumlah tersebut, 40% diantaranya mengakses internet lebih
dari 3 jam sehari. Adapun jumlah pengguna internet yang menggunakan perangkat mobile
seperti ponsel dan tablet mencapai 58 juta jiwa (Pardianto, 2013)
Dari sisi peringkat penggunaan internet di dunia, lembaga Riset Pasar e-marketer menempatkan Indonesia pada
peringkat ke enam terbesar, mengalahkan Jepang di peringkat kelima. Dibawahnya
4 – 1 ada Brazil, India, Amerika Serikat, dan Tiongkok (lihat tabel
perangkingan dalam https://kominfo.go.id)
Sementara itu, laporan survey APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia) mengenai statistik pengguna internet di Indonesia tahun 2016, adalah
sebagai berikut:
Jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2016 mencapai 132,7 juta (51,1 %)
dari total jumlah penduduk sebesar 256,2 juta, terbanyak ada di pulau Jawa
(86.339.350) atau 65 % dari total pengguna. Berdasarkan usia, pengguna
terbanyak internet adalah usia 35-44 tahun (29,2 %), dan paling sedikit usia 55
tahun ke atas (10 %). Berdasarkan pekerjaan, pengguna terbanyak internet di
Indonesia adalah mereka yang berprofesi sebagai pekerja atau wiraswasta (82,2
juta atau 62 %). Berikutnya Ibu rumah tangga (22 juta atau 16,6 %). Berdasarkan
konten, yang paling sering dikunjungi adalah web onlineshop (82,2 juta atau 62 %), social media yang paling banyak
dikunjungi adalah facebook (71,6 juta
atau 54 %), instagram 19,9 juta atau
15 % (Lihat statistik lengkap dalam https://apjii.or.id)
Penggunaan Internet yang tinggi berjalan seiring dengan pemanfaatan media
ini untuk interaksi dan komunikasi dalam banyak aspek, termasuk bisnis dan
penyiaran. Dan dalam konteks penyiaran, penggunaan internet telah menemui
pemeriksa dengan layanan TV live
streaming atau digital (Hasrul bin Hasyim & Bahiyah Omar, 2011).
1.
Modernisasi TIK & Peluang Bagi Komunikasi Islam
Dengan perkembangan
dan kemajuan teknologi informasi, sesungguhnya dakwah semakin
dimudahkan. Saat ini, untuk mendengarkan pengajian tidak harus berhadapan
langsung dengan ulama, namun cukup dengan mengakses internet, masyarakat
bisa mendapatkan bahan bacaan keagamaan sesuai dengan kebutuhan yang
diinginkan, di manapun mereka berada (Pardianto, 2013).
Dalam perspektif
Islam, komunikasi selain bertujuan untuk mewujudkan hubungan secara vertikal
dengan Pencipta, juga berfungsi untuk menegakkan hubungan secara horizontal
terhadap sesama manusia (Andi Faisal Bhakti, 2014). Komunikasi dengan
Pencipta tercermin melalui ibadah mahdha (salat, puasa, zakat dan haji)
yang bertujuan untuk membentuk takwa. Sedangkan komunikasi dengan sesama
manusia terwujud melalui penekanan hubungan sosial yang yang tercermin dalam
semua aspek kehidupan manusia seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, seni
dan sebagainya. Lebih lanjut menurutnya, komunikasi Islam menitikberatkan akan adanya
unsur-unsur nilai ke-Islam-an dari komunikator kepada komunikannya yang
sesuai dengan Al-Quran dan Al-Hadits. Dalam konteks tersebut (Andi Faisal Bhakti,
2014).
Tehranian (1988)
mengungkapkan bahwa dalam prepektif Islam komunikasi haruslah dikembangkan
melalui Islamic World-View yang selanjutnya menjadi asas pembentukan
teori komunikasi Islam seperti aspek bahwa kekuasaan mutlak hanyalah milik
Allah, serta peranan institusi ulama dan masjid sebagai penyambung komunikasi
dan aspek pengawasan syariah yang menjadi penunjang kehidupan Muslim. Hal ini yang
diupayakan oleh Tehranian dan Maulana melalui gerakan pengintegrasian Islam dan
komunikasi.
Dalam konteks modernisasi TIK dan komunikasi media, kualitas komunikasi
yang dimaksud pun menyangkut nilai-nilai kebenaran, kesederhanaan, kebaikan,
kejujuran, integritas, keadilan, ke-sahih-an pesan dan sumber yang
ditegakkan atas sendi hubungan Islamic Tringular Relationship yaitu
antara Allah, manusia, dan masyarakat (Andi Faisal Bhakti,
2014).
2.
Modernisasi TIK & Tantangan Bagi Komunikasi Islam
Andi Faisal Bhakti (2012), melalui sebuah
artikelnya melukiskan dampak dari perkembangan sains dan teknologi, terutama
dalam bidang komunikasi, salah satunya adalah globalisasi. Menurutnya,
perkembangan TIK hari ini membuat istilah 5F (Fun, Fashion, Food, Facility,
dan Fantacy) semakin menglobal. Fun
atau hiburan berbentuk film, CD, VCD, baik dalam bioskop maupun acara
televisi dapat disaksikan di seluruh dunia. Lagu-lagu Celine Dion atau Mariah
Carey dapat didengarkan di bus-bus atau mobil pribadi ataupun di mal-mal dan
rumah rumah tempat tinggal. Fashion atau mode pakaian yang sedang trendy
di Eropa dapat dengan cepat dijual dan dipakai oleh anak-anak muda di
negara-negara terpencil sekali pun. Dari “belly botton” hingga “you
can see” dapat kita saksikan bila kita ke mal-mal atau pusat pertokoan. Food
atau makanan ala McDonald, KFC, Pizza Hut, semuanya dapat dikonsumsi oleh
masyarakat yang menghendakinya. Fasilitas hidup (facility), seperti
mobil, mulai dari mercedes benz hingga BMW bertebaran di jalan-jalan raya.
Begitu pun fasilitas rumah tangga seperti kulkas, microwave, stove, blender dapat
dengan mudah diakses-dimiliki oleh rumah-rumah tangga hingga di pedesaan
sekalipun. Obat-obatan yang dapat merangsang fantasi dijajakan di bar-bar
hingga kepada anak-anak yang masih belasan tahun. Sungguh banyak yang terjebak
dengan gaya hidup seperti ini. Kendati tidak merata di seluruh pelosok dunia,
tapi demikianlah kondisi masyarakat kita di era globalisasi (modernisasi TIK).
Masalah utama pengasuhan di generasi saat ini adalah tidak adanya
ikatan hati (emotional bonding). Padahal
Nabi mengatakan: “ikat hati anak sebelum dikasih tau, kasih tau sebelum
dikasih tugas” (al-Hadits)
...Kadang kita merasa sudah menjadi orang tua jika sudah memberi
nasihat, padahal pengasuhan tidak sekedar memberi nasihat. Pengasuhan
meliputi pendengaran, penglihatan dan nurani (Q.S. 16/an-Nahl: 78).
Ust. Bendri (Masjid
Delatinos Al-Aqsha)
Orang Tua Zaman Old, Mendidik Anak
Zaman Now.
|
Bendri, seorang Ustadz di Masjid Delatinos
Al-Aqsha menyebutkan beberapa efek negatif dari media TIK, terutama Gadget terhadap sikap hidup anak-anak
zaman now; Pertama, kebanyakan
anak-anak hari ini tidak sabaran, maunya serba cepat dan mudah (intsant). Lapar tinggal go food, beli tiket tinggal tak perlu
antri tinggal go tix. Mereka tidak
pernah lagi belajar berusaha dan antri.
Kedua, kebanyakan
anak-anak hari ini gampang menyerah, tidak tangguh. Jika mereka tidak suka
seseorang langsung block nomornya,
tidak sependapat langsung unfollow
fb-nya. Masuk sekolah, baru sebulan minta pindah karena hal sepele. Akibatnya
lahirlah pribadi (karakter) yang tidak bertanggung jawab, mudah lari dari
masalah, dan semacamnya.
3.
Dakwah di Media: Komunikasi Islam Modern
Dalam konteks dakwah dan komunikasi Islam modern, setidaknya ada tiga
metode yang relevan untuk digunakan dalam konteks globalisasi media TIK menurut
Andi Faisal Bhakti, 2014: 34-35: Pertama,
dakwah dengan perspektif Ilmu Komunikasi dijalankan dalam bentuk konstruksi dan
komunikasi interaktif, dimana ukurannya didasarkan pada nilai shiddiq (komitmen,
kejujuran), istiqamah (konsistensi), fathanah (inteligensi), amanah
(akuntabilitas) dan tabligh (komunikatibilitas).
Artinya bahwa, komunikasi Islam modern sebagai satu bentuk dakwah media
mesti selalu mengedepankan nilai-nilai kebenaran dan kejujuran (shiddiq) dalam berinteraksi. Kemudian
kebenaran dan kejujuran tersebut mesti diperjuangkan secara terus menerus (istiqamah-konsisten) dalam setiap
perilaku, tutur kata dan pesan komunikasi yang disampaikan.
Komunikasi Islam juga mesti dilandasi pada pilihan sikap (pola tingkah dan
pola pikir) yang cerdas (fathanah-intelegensi),
rasa dan sikap yang bertanggung-jawab (amanah-akuntabilitas),
serta sikap yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kebaikan (tabligh-komunikatibitas).
Kedua, komunikasi Islam modern di media mesti dilandasri pada pemikiran bahwa
orientasi dan isi pesan dakwah mesti lebih pada persoalan yang real / bisa
dideteksi, baik pelaku dakwah, institusi, proses, dana, pelaksanaanya. Artinya
bahwa, dakwah sebagai satu bentuk menyampaikan pesan Islam mesti dilakukan secara
profesional dan terencana, sehingga memudahkan bagi pengorganisasian dakwah, perencanaan
dan pelaksanaan dakwah, serta pertanggung jawaban program dakwah di media. Disinilah
perlunya lembaga atau institusi dakwah semacam Nahdlatul Ulama mengambil peran
dalam komunikasi media (Komunikasi Islam Modern).
Ketiga, komunikasi Islam modern sebagai bagian dari gerakan dakwah hari ini
mestinya tidak memfokuskan diri pada persoalan yang menyangkut hal-hal yang transendental (ghaib dalam pengertian
umum) an-sich, melainkan problematika
faktual ummat yang memang memerlukan
sentuhan dan penyelesaiannya.
Artinya bahwa, ada kesan selama ini dakwah Islam hanyalah penyampaian
pesan-pesan ke-akhiratan (eskatologis)
semata, sehingga persoalan aktual dan faktual dalam masyarakat justru kurang
terbahaskan dalam dakwah. Akibatnya tentu saja, daya tarik pesan dakwah menjadi
berkurang, sebab dianggap bukan untuk kepentingan kehidupan hari ini (di sini),
melainkan untuk hari esok (di akhirat). Dengan kesadaran ini, maka dakwah
sebagai satu bentuk komunikasi Islam mesti menjadi sarana penyampaian
pesan-pesan keagamaan hari ini, sesuai persoalan yang sedang terjadi dan
dihadapi oleh umat. Dengan demikian, dakwah dapat menjadi alternatif penting
bagi ummat dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi.
TIK UNTUK KEPENTINGAN KOMUNIKASI DAKWAH
Pada akhirnya, ketika
kita sadar bahwa kemajuan TIK adalah sebuah keniscayaan adanya, maka tidak
mungkin kita akan menjauhkan umat dari realitas tersebut. TIK dengan segala
kelebihan dan kekurangan yang dibawanya di hadapan ummat kita hari adalah
sebuah konsekuensi kemanusiaan
(modernisasi dan globalisasi) yang harus diterima dengan cerdas dan berbesar
hati.
Cerdas artinya mampu
mengambil setiap peluang (nilai positif) dari kemajuan TIK dan kecendrungan
umat terhadap TIK untuk kepentingan dakwah Islam. Hanya itulah satu-satunya
pilihan sikap yang paling mungkin diambil dalam konteks komunikasi Islam di era
modernisasi TIK hari ini.
Berbesar hati artinya
kita mesti mampu menempatkan kehadiran TIK dengan segala pengaruh negatifnya
sebagai pemicu bagi kita untuk lebih giat melakukan kreasi, inovasi dan
reformulasi gerakan dakwah Islam modern. Sebaliknya, perkuat sisi-sisi positif
dari kehadiran TIK untuk kepentingan Komunikasi Islam. Dengan demikian, program
keislaman mampu berdaya saing dengan program media TIK dan semacamnya.
Disinilah dakwah mesti dikemas semenarik mungkin menjadi komunikasi modern, dan
bukan semata-mata dengan pola konvensional (Ibrahim, 2015).
Dengan kehadiran TIK
hari ini, harapannya umat tidak lagi semata-mata mendapatkan nilai-nilai (pesan
komunikasi) yang liberal dan kering spiritualitas, melainkan juga pesan-pesan
keislaman yang menyejukkan dan menuntun umat ke jalan hidup yang lebih baik.
Disinilah dakwah media mesti mengambil peran yang maksimal.
Jika dahulu (sebelum
era TIK) dakwah hanya dilakukan secara konvensional dari majlis ke majlis, dari
mimbar ke mimbar, dari pengajian ke pengajian, maka kini saatnya kegiatan
dakwah Islam merambah media. Saatnya majlis taklim disiarkan melalui media TV
dan radio, ceramah agama disiarkan di berbagai media sosial (WA, FB, Yutube),
film-film bernuansa keislaman dan dakwah menjadi populer dan sebagainya.
Jika sebelumnya,
pesan-pesan Islam hanya disampaikan melalui lisan (komunikasi lisan), era media
dan TIK hari ini menuntut kita mampu membuat formulasi dakwah Islam melalui
tulisan di media cetak (termasuk media sosial), dakwah melalui film, drama,
bahkan jejaring sosial media.
Dengan kata lain,
kehadiran media dan TIK yang booming
hari ini, mestinya menjadi kekayaan pilihan (alternatif) bagi komunikasi Islam modern, sebuah peluang bagi
penyebaran pesan dakwah yang sesuai dengan kecendrungan modern umat. Kemajuan
media dan TIK yang membuat kehidupan manusia seakan tampa sekat satu sama lain,
mesti menjadi peluang bagi upaya pembinaan ummat dan komunikasi Islam modern
yang lebih luas, efektif dan efisien.
PENUTUP
Pada akhirnya, satu
harapan penulis adalah kita akan sampai pada kata sepakat bahwa media dan TIK
adalah realitas dan niscaya adanya, yang harus kita terima dengan segala
konsekuensi di belakangnya. Menyalahi kehadiran media dan TIK sebagai penyebab
“kemunduran” umat jelas bukan pikiran yang bijak. Sebaliknya, membiarkan
persoalan ini berjalan sendiri dengan tampa strategi dan kebijakan sikap yang
jelas, tentu juga tidak memberikan pengaruh yang baik dan positif bagi
kepentingan dakwah dan komunikasi Islam. Karena itu, pilihan terbaik yang mungkin
dilakukan adalah, ambil peran sebanyak mungkin di media, kuasai TIK dengan
program-program keislaman dan dakwah. Jadikan media dan TIK yang booming ini sebagai jalan baru bagi
kepentingan dakwah dan komunikasi Islam modern yang lebih maju dan berhasil, Wallahu a`lam.
DAFTAR BACAAN
Andi Faisal Bhakti. 2014. Trendsettek Komunikasi di Era digital: Tantangan dan Peluang
Pendidikan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Artikel Jurnal Komunikasi Islam, Volume 04, Nomor 01, Juni 2014, h. 20 - 44
APJII. Statistik-Asosiasi Penyelengga Jasa Internet
Indonesia. https://apjii.or.id>content>utama . diakses 13 Februari
2018.
Bendri. 2018. Orang
Tua Zaman Old, Mendidik Anak Zaman Now. Tulisan di media Sosial WhatsApp.
Masjid Delatinos Al-Aqsha.
Berita Online Detik. 132 Juta Pengguna Internet
Indonesia, 40 % Penggila Medsos. https://m.detik.com>inet>cyberl... Diakses 13 Februari
2018.
Hasrul bin Hashim & Bahiyah Omar, 2011.
Transformasi Penyiaran Televisyen Melalui Internet: Kajian Perhubungan Kepuasan
terhadap Pengguna Remaja. Jurnal Komunikasi Malaysian
Journal of Communication. Jilid 27 (1) 146-169.
Ibrahim. 2017. Komunikasi
Antarbudaya: Panduan Komunikasi Praktis dan Mudah. Pontianak: IAIN
Pontianak Press.
Ibrahim. 2015. Dakwah
dalam Kemasan Media. Pontianak: IAIN Pontianak Press.
Jauhariatul Akmah & Jamilah Ahmad, 2011.
Penggunaan Facebook oleh Badan bukan Kerajaan Alam Sekitar (ENGO) dalam
Menyampaikan Mesej Alam Sekitar. Jurnal Komunikasi Malaysian Journal of Communication. Jilid 27 (2) 161-172.
Kementerian Informasi dan Komunikasi. Pengguna
Internet Indonesia Nomor Enam Dunia. https://kominfo.go.id>sorotan. Diakses 13 Februari
2018.
Mafri Amir. 2009. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: LOGOS Wacana
Ilmu.
Pardianto. 2013. Meneguhkan Dakwah Melalui New
Media. Artikel Jurnal Komunikasi Islam,
Volume 03 Nomor 01, Edisi Juni 2013, h. 22-47.
[1] Lektor Kepala dalam
bidang Keahlian Komunikasi Penyiaran Islam dan Antarbudaya, Jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, IAIN Pontianak. Staf
pengajar di Program Pascasarjana IAIN Pontianak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar