Belajar dari Cerita Kuda Nil
Untuk memahami realitas penelitian, hampir di setiap
pertemuan pertama kuliah metodologi penelitian selalu saya buka dengan sebuah
cerita (mungkin anekdot) tentang “Kuda Nil Mencari Surga”. Kuda Nil, atau Hippopotamius Amphibius dalam bahasa
latin adalah seekor hewan darat terbesar ketiga setelah gajah dan badak putih
yang berasal dari sub-sahara Afrika (Wikipedia.org). Hewan ini menghabiskan
banyak waktu istirahatnya dengan berendam di air (dahulunya di sungai Nil).
Jika binatang ini menguap, maka akan tampak lobang mulutnya yang lebar seperti
sebuah gua besar.
Suatu ketika, entah ilham dari mana, atau mimpi apa,
tiba-tiba Kuda Nil itu berazam untuk mencari apa yang disebutnya dengan
“surga”. Demi mencari surga yang
dibayangkan itu, ia pun rela menempuh perjalanan panjang dan pengembaraan yang
tak berbatas waktu dan tempat. Dari hari ke hari, minggu ke minggu, hingga
bulan dan tahun pun siap dilewatinya demi pengembaraan mencari surga itu.
Siapapun yang ditemuinya dalam perjalanan itu, ia lontarkan pertanyaan tentang
surga itu; taukah anda dimana surga itu, dan tunjukkan aku akan surga itu?
Banyak yang dia temui, dan dia tanyakan tentang surga,
semua menjawab tidak tahu. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan
hingga (bahkan) bertahun-tahun ia mencari setiap orang dan bertanya tentang
surga. Dengan wajah yang tampak letih, lesu dan kelelahan, Kuda Nil teruskan
pengembaraan mencari “surga” itu. Sampailah suatu hari ia bertemu dengan ikan
paus, dan kepadanya diberikan pertanyaan yang sama.
“Wahai ikan Paus, tahukan engkau tentang surga?
Dan tolong beritahukan saya dimana surga
itu?”. Tanya kuda Nil.
Jika sebelumnya ia dapat jawaban tidak tahu dengan
surga itu. Berbeda dengan apa yang ia dapatkan dari ikan Paus. Ikan Paus tidak
langsung menjawab pertanyaan Kuda Nil. Ia malah tertawa terbahak-bahak sehingga
membuat Kuda Nil penasaran dan tak sabar menunggunya.
“mengapa engkau tertawa terbahak-bahak wahai ikan
Paus?
Adakah engkau tahu tentang surga yang aku cari?
Kalau engkau tahu, segeralah beritahu aku”. Desak Kuda Nil.
“sabar, tak perlu terburu-buru” jawab
ikan Paus dengan santai.
Jawaban ikan Paus semakin membuat Kuda
Nil penasaran dan tak sabaran. Dalam benak Kuda Nil, mungkin inilah saatnya aku
menemukan “surga” itu. Sepertinya ikan Paus benar-benar tahu dimana surga yang
aku cari. Dengan hati yang penuh harap dan tak sabaran menemukan apa yang
dicarinya selama ini, Kuda Nil terus mendesak ikan Paus untuk segera memberitahukan
ia akan “surga” itu.
“Ok lah, kalau kau benar-benar mau ketemu dengan
surga yang kau cari, ikuti petunjuk ku” kata ikan Paus dengan penuh “wibawa”
dan meyakinkan.
“Ok baiklah, cepatlah beri aku petunjuk
wahai ikan Paus” pinta Kuda Nil tak sabaran.
“Baik lah”, jawab ikan Paus.
Ikan Paus pun memulai trik dan
skenarionya untuk memenuhi permintaan Kuda Nil itu, dan memulai instruksinya.
“Kuda Nil, untuk menemukan surga yang
kau cari, engkau mesti pejamkan matamu dengan benar, dan pastikan tidak
membukanya hingga engkau merasakan surga itu benar-benar telah engkau dapatkan.
Sekarang ikuti panduanku”. Kata Ikan Paus.
Kuda Nil pun segera memajamkan matanya seperti
yang diinstruksikan oleh ikan Paus.
“sudah kah engkau pejamkan matamu, wahai Kuda Nil?
Tanya ikan Paus untuk memastikan.
“sudah” jawab Kuda Nil.
“Kalau begitu, silakan engkau bergerak
empat langkah ke samping kiri, kemudian melangkahlah dengan perlahan ke
hadapanmu. Jangan pernah membuka mata sebelum engkau merasakan berada dalam
surga yang engkau cari itu”. Begitulah instruksi ikan Paus.
Kuda Nil pun melakukan semua instruksi
itu dengan senang hati, perasaannya begitu berbunga-bungan karena sebentar lagi
ia akan mendapati surga yang sudah sekian lama dicarinya. Sementara ikan Paus
pun mengambil posisi tetap di hadapan kuda Nil yang sedang melangkah maju
seperti yang diinstruksikannya.
Ikan Paus pun membuka mulutnya dengan
sangat lebar, sehingga tampak seperti sebuah terowongan besar yang bisa dilalui
oleh siapaun, termasuk kuda Nil.
Langkah demi langkah kuda Nil berjalan
dengan mata terus terpejam, sampailah ia melangkah ke dalam mulut ikan Ikan
Paus yang menganga besar itu. Tak terasa kuda Nil sudah berada dalam mulut ikan
Paus. Begitu kuda Nil benar-benar sudah berada dalam mulutnya, ikan Paus pun
menutup mulutnya dan menelan kuda Nil itu dengan lahap. Cerita kuda Nil mencari
“surga” pun selesai dalam mulut ikan Paus.
Apa pelajaran yang dapat dipahami dari
cerita tersebut? Itulah diskusi selanjutnya yang selalu saya lakukan bersama
mahasiswa di pertemuan pengantar kuliah Metodologi Penelitian. Cerita Kuda Nil
mencari “surga” setidaknya mengajarkan kita tentang empat hal dalam konteks penelitian.
Pertama, penelitian ilmiah hanya dapat dilakukan terhadap
realitas yang kongkrit yang dalam bahasa Immanuel Kant disebut realitas phenomena. Realitas yang jelas, tampak, yang
dapat dibuktikan keberadaan, serta dapat diverifikasi kebenarannya. Sebaliknya,
penelitian ilmiah tidak bisa dilakukan terhadap realitas yang abstrak, tak bisa
dibuktikan dan diverifikasi keberadaannya, atau realitas neumena dalam istilah Kant. Kembali pada cerita kuda Nil, jika
“surga” yang dicarinya sama dengan surga dalam konsep Islam, maka ia merupakan
realitas yang neumena, realitas yang tak bisa dibuktikan secara ilmiah
keberadaannya. Realitas ini hanya bisa diterima dengan keyakinan dan iman,
tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara ilmu pengetahuan ilmiah sebagaimana
realitas phenomena. Jika sesungguhnya
“surge” dalam cerita kuda Nil adalah realitas yang neumena, maka sudah barang
tentu tidak akan mungkin dapat ditemukan dalam realitas kehidupan dunia,
apalagi dibuktikan melalui penelitian ilmiah.
Kedua, Penelitian ilmiah memiliki ketentuan kerja yang
jelas, teruji dan sistematis (metodologi), antara lain dalam menentukan data
dan sumber data, teknik bertanya dan sebagainya. Intinya, dalam penelitian
ilmiah, kita tidak mungkin menjadikan semua orang yang ditemui sebagai sumber
data, dan tidak mungkin kepada semua orang yang ditemui kita berikan pertanyaan
penelitian yang sama (wawancara). Kesalahan dalam memilih sumber data dan
melakukan wawancara tidak pada sumber yang benar dan terpercaya, maka ia bisa
menjadi petaka sebagaimana pengalaman Kuda Nil yang binasa di dalam mulut besar
ikan Paus.
Ketiga, Penelitian ilmiah mesti bermula dan berangkat dari
satu kesadaran akan pengetahuan yang baik dan jelas tentang realitas. Kesadaran
dan pengetahuan dimaksud biasanya berupa pemetaan terhadap realitas masalah di
lapangan. Realitas yang wujud dalam bentuk adanya permasalahan antara kenyataan
(das sein) dan harapan (das sollen). Adanya suatu
realitas/kejadian yang unik, istimewa dan luar biasa yang mendorong perlunya dilakukan
penelitian lebih lanjut. Bukan dari sebuah hayalan, ilham atau mimpi di siang
bolong sebagaimana yang terjadi pada kuda Nil yang mencari “surga”.
Keempat, yang dicari dalam penelitian ilmiah bukanlah
kebenaran hasil (pernyataan ilmiah) semata, tetapi juga kebenaran proses
(metodologi). Artinya bahwa sebuah penelitian dianggap berhasil dan dapat
dipercaya bukan sekedar didapatkannya jawaban yang diinginkan dalam penelitian
(pernyataan ilmiah), melainkan juga ditentukan oleh cara-cara memperoleh (pernyataan)
tersebut. Inilah yang disebut dengan kebenaran materi (isi) dan kebenaran metodologi
(cara kerja penelitian). Sama seperti penyataan I love you yang baru dapat diterima dan dipercayai jika sudah
disertai dengan penjelasan why do you
love me. Bandingkan dengan kuda Nil yang tidak mampu mendapatkan kebenaran
materi (isi-apa itu “surga”) dan metodologi dalam mencarinya.
Pelajaran di atas memberikan penegasan
bahwa sebagai peneliti kita dituntut untuk memahami seluk beluk ilmu penelitian
yang baik dan benar. Kita dituntut untuk mampu memahami realitas penelitian
ilmiah dalam dunia penelitian. Kita dituntut untuk mampu memahami cara kerja
yang baik dan benar dalam penelitian (aspek metodologisnya).
Penelitian bukanlah sekedar aktivitas
mencari tahu, melainkan menemukan sesuatu. Karena itu penelitian meliputi semua
aspek yang terkait dengan aktivitas mencari tahu. Apa yang dicari tahu (what), mengapa perlu dicari tahu (why), dan bagaimana cara mencari tahu
sesuatu (how). Penelitian bukan saja
sekedar melaporkan informasi dan fakta sebagaimana laporan seorang pekerja
jurnalis, melainkan pembuktian data. Penelitian bukan saja mendeskripsikan
realitas, melainkan juga menjelaskan faktor-faktor yang terkait dalam realitas
itu.
Jika demikian, adakah pekerjaan penelitian
itu sesuatu yang berat dan rumit? Bisa iya dan bisa tidak. Rumit, jika
dilakukan tidak dengan pemahaman dan penguasaan ilmu meneliti (metodologi
penelitian) yang baik. Mudah, jika memang mencintai aktivitas meneliti dan
dilakukan dengan bekal pemahaman dan pengetahuan metodologi yang baik dan benar
pula. Karena itu, tidak semua orang mau meneliti, dan tidak semua orang mampu
melakukannya dengan baik dan benar.
Akhirnya, di kelompok yang manakah kita? Yang
pasti tidak ada dari kita yang mau terjebak seperti halnya kuda Nil yang binasa
karena angan-angan sendiri. Kita juga tidak rela binasa atau bahkan mati konyol
karena ketidak-tahuan kita dengan apa yang kita lakukan (cari). Disinilah ilmu
metodologi menjadi alat penting dalam dunia penelitian ilmiah. Dengan ilmu
metodologi kita mesti memahami bahwa tidak semua niat (tujuan) yang baik akan
berbuah kebaikan jika tidak dijalankan dengan cara yang baik dan benar. Dengan
ilmu metodologi kita percaya bahwa niat (tujuan) yang baik akan menghasilkan kebajikan
jika dilakukan dengan cara yang baik dan juga benar. Karena itu, mari
bersama-sama belajar metodologi
penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar