Oleh: Ibrahim MS (Catatan di Bis Kuching-Pontianak)
“Mas, mau
kemana? Ada yang jemput? Ayo langsung ke bandara 50 saja”. itulah sederet pertanyaan yang muncul dari seorang lelaki yang
masuk ke dalam bis sore itu dan bertanya kepada salah satu penumpang. Suasana
tersebut cukup mengejutkan kami, maklum
beberapa diantara penumpang masih tertidur dan dalam kelelahan setelah menempuh
perjalanan panjang dari Kuching, Malaysia.
Pengalaman ini saya alami beberapa
hari yang lalu ketika saya pulang dari Malaysia dengan menumpang bis antar negara
Kuching-Pontianak. Kira-kira pukul 4 sore bis kami sudah masuk kota Pontianak, dan
diantara penumpang kami ada yang minta turun di Tanjung Raya 2. Belum sempat
penumpang tersebut turun dari bis, begitu pintu terbuka tiba-tiba masuk 4
sampai 5 orang lelaki dan bertanya kepada penumpang satu persatu. Berbagai
pertanyaan mereka ajukan seperti mau kemana? Siapa yang jemput? Ayo ikut
dengan saya? Dan berbagai pertanyaan dan bujukan kepada penumpang untuk mau
menggunakan jasa ojek mereka.
Kecuali saya dan teman di sebelah
saya agak terlewati dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, mungkin karena sikap
kami berdua yang santai dan cendrung cuek dengan kehadiran mereka.
Begitu penumpang tadi sudah turun,
bis kami terus berjalan. Dan justru mereka-mereka itu tidak turun, mereka
mengikuti bis kami sampai ke terminal (kantor agen). Di sepanjang jalan itulah
mereka terus membujuk dan merayu kepada penumpang untuk mau menggunakan jasa
ojek mereka ke tempat tujuan masing-masing.
Secara diam-diam saya mengamati
situasi tersebut. Menurut saya, ada penumpang yang merasa senang dan
diuntungkan dengan kehadiran mereka, apalagi kebetulan mereka saling mengenal,
atau berasal dari komunitas yang sama. Atau mereka memang memerlukan jasa ojek
tersebut. Akan tetapi ada juga yang tampak risih dan seperti merasa terganggu. Maklum
saja, banyak cerita pengalaman yang tidak menyenangkan yang pernah dialami oleh
penumpang seperti ditipu/ diakali oleh penawar jasa ojek seperti ini dengan
meminta bayaran yang sangat mahal, bahkan dengan mata uang ringgit, karena mereka
menganggap penumpang tersebut dari Malaysia, pasti punya banyak ringgit.
Atau mungkin juga tidak menyenangkan
jika dihadapkan pada hak privasi setiap penumpang untuk merasakan kenyamanan
dan ketenangan dalam kendaraan, dan itu semestinya adalah tanggung jawab yang
mesti dijamin oleh pihak armada.
Kondisi ini mengingatkan saya pada
suasana transportasi di Malaysia yang begitu nyaman, aman dan sangat menjamin
privasi penumpangnya. Bukan untuk maksud membandingkan, tapi sejujurnya di
Malaysia saya tidak pernah menemukan penawar jasa ojek yang berburu calon
penumpangnya hingga masuk ke dalam kendaraan umum seperti di negara kita. Jika pun
ada, itu juga oleh para warga negara kita yang ada di sana.
Saya
berbisik dengan teman di sebelah saya, “inilah negara kita, begitulah cara
sebagian warga kita mencari rezki untuk menopang hidup keluarga mereka. Mereka
punya kreatifitas dalam mencari sumber penghidupan yang baik dan tentunya halal
di tengah sukarnya mencari pekerjaan lainnya”. Dari lubuk hati yang dalam saya hanya
bisa berdoa semoga mereka-mereka ini bisa menjalankan aktivitas mencari rezki
seperti itu dengan benar, jujur dan utamanya menjunjung nilai kemanusiaan dan
tolong menolong. Sebab pada substansinya, pemilik jasa ojek dan penumpangnya
adalah saling membutuhkan. Yang penting jalani semua itu dengan baik dan benar,
jangan sekali-kali memanfaatkan ketidaktahuan orang lain akan daerah kita
dengan penipuan dan pemerasan untuk meraup keuntungan yang besar. Carilah rezki
dengan cara halal, percayalah bahwa rezki Allah ada di mana-mana, dan setiap
kita sesungguhnya sudah digariskan rezkinya masing-masing, termasuk para tukang
ojek yang berburu rezki hingga ke dalam bis sore itu. Akhirnya dengan senyum
saya berkata dengan teman yang duduk di sebelah saya “Ya, inilah negara kita,
dan begitulah mereka mencari rezki”. ...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar